2016/05/13

Sosiologi: Perilaku Menyimpang

Manusia diciptakan untuk ibadah kepada Allah swt Sang Maha Pencipta.  Allah swt menurunkan wahyu sebagai petunjuk dan pengajaran bagi manusia.  Dengan wahyu dari Allah swt terbentuklah system nilai yang kemudian dilembagakan menjadi norma-norma social didalam masyarakat.
Pada masyarakat yang belum mengenal atau belum mempelajari  wahyu Allah swt,  mereka menciptakan system nilai dan normasocial sendiri, sesuai pengalaman sejarah social mereka.  Karena itu, system nilai dan norma menjadi panduan hidup bermasyarakat.
Namun, tidak semua nilai dan norma yang ada di masyarakat ditaati dan dilaksanakan serta dijadikan pedoman oleh masyarakat pendukungnya.  Banyak diantara mereka melanggar dan tak melaksanakan nilai-norma yang berlaku dimasyarakatnya.  Secara sosiologis, mereka disebut berperilakumenyimpang.
Berbagai bentuk penyimpangan social dari  penyimpangan primer hingga ke penyimpangan sekunder.  Dari yang bentuknya ringan hingga ke  bentuk yang  masuk kategori berat.
Namun, dalam hidup bermasyarakat yang normal dan sehat serta rasional.  Berbagai bentuk penyimpangan social harus diatasi baik dengan tujuan untuk menciptakan tertib social, keteraturan social maupun dalam rangka mengangkat harkat dan martabat manusia.
Umumnya terdapat dicara dalam proses pengendalian social, yaitu secara persuasive dan secara koersif.  Pengendalian secara persuasive dilakukan dengan cara tidak menggunakan kekerasan.  Pelaku penyimpangan social diajak ngobrol,  berbincang-bincang santai tentang bentuk  perilaku yang tak etis yang seharusnya tak dilakukan seseorang didalam masyarakat.  Pelaku perilaku menyimpang diarahkan dan disarankan kebentuk-bentuk perilaku yang sopan, yang etis, yang bermartabat dan menciptakan ketertiban, keteraturan social dan ketentraman dimasyarakat.  Dijelaskan juga dampak-dampak penyimpangan social terhadap pribadi, , keluarga dan masyarakat.  (Sponsor : http://www.anlatifplasabusana.com )
Cara koersif atau penggunaan paksaan bahkan kekerasan kerap juga dilakukan bila cara-cara persuasive tak bisa dilakukan atau menemuai jalan buntu.  Cara koersif dibedakan menjadi cara kompulsi ( paksaan ) dengan rekayasa peraturan hingga menjadi berbentuk rekayasa social.  Contohnya, untuk memaksa siswa dating tepat waktu  dating lebih awal, maka pintu gerbang ditutup dikunci dan tak boleh belajar tetapi esoknya anak harus membawa kedua orangtuanya kesekolah dan diberi poin negatif.
Cara kedua adalah pervasi atau pengisian, yaitu anak diberi sosialisasi yang berulang-ulang hingga sadar dan menyadari kesalahannya.  Misalnya ditugaskan menghadiri seminar mengatasi kenakalan remaja atau mengikuti bimbingan khusus mingguan oleh guru BK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentari

Dampak Covid 19 dibidang pendidikan