Masyarakat kerap dikejutkan dengan trending topic berita media massa dan media sosial yang mengabarkan sebuah keluarga selebritis terkenal bercerai. Mereka menyangka pasangan suami istri ganteng cantik, kayaraya, harmonis, serasi, saling mencintai, akan menjadi pasangan yang awet sampai tua. Tetapi , masyarakat kemudian menjadi terperangah ketika, pasangan ideal, saling menyalahkan dan mengajukan perceraian kekantor pengadilan agama.
Masyarakat kerap menganggap keluarga selebritis yang kaya, terkenal, ganteng-cantik sebagai sebuah wujud ideal awal sebuah kelurga bahagia. Lahirnya anak dari pasangan selebritis yang dianggap ideal menjadikan sebuah sample penghuni surga.
Padahal , yang ideal , sebuah Keluarga bahagia terpancar dari komunikasi yang efektif, hubungan akrab antar anggotanya, saling menyayangi dan mencintai serta saling melindungi, yang diwarnai canda tawa, cahaya kebahagian dari seluruh anggotanya.
Keluarga merupakan satuan sosial laki-laki dan perempuan yang terikat perkawinan. Melalui perkawinan terbentuk keluarga baru. Melalui perkainan jalinan kasih, cinta dan saya ditautkan secara syah dan halal. Melalui perkawinan dua keluarga besar dibangun silaturahminya, persaudaraannya, ikatannya. Perkawinan merupakan sebuah ciri dari tingkat keberadaban dan keadaban manusia, yang membedakannya dari binatang. Karena binatang tak butuh upacara perkawinan untuk memiliki keturunan. Binatang tak memerlukan budaya kontrak legal formal secara religious atau akad nikah. Hanya manusia yang memiliki tradisi akad nikah dan rangkaian upacara pernikahan yang mempertemukan dan menjalinkan ikatan persaudaraan dua keluarga besar hingga lahir keturunan yang memperkuat dua keluarga besar, khususnya ikatan Suami dan Istri.
Keluarga baru tersebut kemudian memiliki keturunan atau anak. Mereka membentuk keluarga inti. Keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak. Hadirnya seorang anak membuat sang suami dan sang istri menjadi Bapak dan Ibu bagi anaknya. Ada tanggungjawab baru,yang menjadi tugas suci kedua orangtua terhadap anaknya. Secara sosiologis Keluarga menjalankan fungsi penting bagi anak-anak , yaitu :
1. Mengajarkan dan mendidik dengan landasan nilai dan norma agama serta etika berperilaku di masyarakatnya. Anak sebagai ciptaan Tuhan yang ditipkan keorangtuanya membuat orangtua punya tanggung jawab suci menjadikan anaknya manusia religious dan lurus dijalan hidup yang didesain Sang Maha Pencipta.
2. Mengurus anak dari segi jasmani sehingga tumbuh sehat. Masa anak dalam kandungan, masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak dan remaja, seorang anak membutuhkan bantuan orangtua untuk membesarkan fisiknya dan mampu bersaing dan mempertahankan dirinya dari berbagai ancaman yang dating kepadanya.
3. Mengubah anak-anak menjadi manusia yang mampu bermasyarakat dan hidup ditengah-tengah masyarakatnya dengan peran yang signifikan. Dengan diberi makan bergizi Anak tumbuh menjadi dewasa secara fisik. Tetapi, sebagai manusia ia tidak hanya harus besar tetapi juga memiliki kedewasaan sosial. Ia harus punya simpati dan empati terhadap lingkungan sosialnya. Ia harus memberi peran tertentu bagi peningkatan kualitas lingkungan sosialnya.
Dalam hidup, diawal – awal perkawinan , sebuah pasangan pengantin terlihat yang saling mencintai, sangat harmonis, pasangan ideal, kemana-mana berdua dan selalu mesra. Tetapi, perjalanan waktu kerap menyatakan hidup tak selalu lurus, datang berbagai masalah, hadirnya orang ketiga, kehilangan pekerjaan, sakit dll datang , bahkan ketika” anak “ menjadi sumber masalah , anak menjadi penguji si pasangan ideal.
Masalah yang datang bertubi-tubi memunculkan rasa frustasi, saling curiga, saling curiga, saling meremehkan, saling mencela, perang dingin,bosan terhadap pasangan nikah dan akhirnya muncullah retak-retak sikap, retak-retak komunikasi, cinta menurun, kasih sayang merosot tajam, anak terabaikan, perpecahan mengancam. Keluargapun mengalami disorganisasi. Ketika anak tumbuh dan makin berfikir, maka kehidupan orangtuanya menjadi potret besar yang terus selalu dilihat dan dibacanya, termasuk disorganisasi dalam keluarganya.
Apalagi ketika perhatian dan komunikasi dari keduanya tak sesempurna yang diinginkannya, maka, konflik menjadi konflik segitiga dan bila tak ditangani maka perpecahan dalam bentuk perceraian manjadi solusi yang dibenci siapapun. Termasuk oleh keluarga inti tadi. Dan akhirnya sang anak menjadi korbannya.
Sumber Pustaka :
1. Idianto Muin. Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga, 2013
2. Suhardi dkk. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan,Depdiknas,2009
3. Drs. Taufiqurrohman Dhohiri dkk. Sosiologi, suatu kajian kehidupan masyarakat. Jakarta: Yudhistira, 2007
4. Siti Waridah dkk. Antropologi untuk SMU kelas 3. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
5. Asadullah Al Faruq. Ketika Keluarga tak seindah Surga. Solo: Al Kamil Publishing, 2013
Masyarakat kerap menganggap keluarga selebritis yang kaya, terkenal, ganteng-cantik sebagai sebuah wujud ideal awal sebuah kelurga bahagia. Lahirnya anak dari pasangan selebritis yang dianggap ideal menjadikan sebuah sample penghuni surga.
Padahal , yang ideal , sebuah Keluarga bahagia terpancar dari komunikasi yang efektif, hubungan akrab antar anggotanya, saling menyayangi dan mencintai serta saling melindungi, yang diwarnai canda tawa, cahaya kebahagian dari seluruh anggotanya.
Keluarga merupakan satuan sosial laki-laki dan perempuan yang terikat perkawinan. Melalui perkawinan terbentuk keluarga baru. Melalui perkainan jalinan kasih, cinta dan saya ditautkan secara syah dan halal. Melalui perkawinan dua keluarga besar dibangun silaturahminya, persaudaraannya, ikatannya. Perkawinan merupakan sebuah ciri dari tingkat keberadaban dan keadaban manusia, yang membedakannya dari binatang. Karena binatang tak butuh upacara perkawinan untuk memiliki keturunan. Binatang tak memerlukan budaya kontrak legal formal secara religious atau akad nikah. Hanya manusia yang memiliki tradisi akad nikah dan rangkaian upacara pernikahan yang mempertemukan dan menjalinkan ikatan persaudaraan dua keluarga besar hingga lahir keturunan yang memperkuat dua keluarga besar, khususnya ikatan Suami dan Istri.
Keluarga baru tersebut kemudian memiliki keturunan atau anak. Mereka membentuk keluarga inti. Keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak. Hadirnya seorang anak membuat sang suami dan sang istri menjadi Bapak dan Ibu bagi anaknya. Ada tanggungjawab baru,yang menjadi tugas suci kedua orangtua terhadap anaknya. Secara sosiologis Keluarga menjalankan fungsi penting bagi anak-anak , yaitu :
1. Mengajarkan dan mendidik dengan landasan nilai dan norma agama serta etika berperilaku di masyarakatnya. Anak sebagai ciptaan Tuhan yang ditipkan keorangtuanya membuat orangtua punya tanggung jawab suci menjadikan anaknya manusia religious dan lurus dijalan hidup yang didesain Sang Maha Pencipta.
2. Mengurus anak dari segi jasmani sehingga tumbuh sehat. Masa anak dalam kandungan, masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak dan remaja, seorang anak membutuhkan bantuan orangtua untuk membesarkan fisiknya dan mampu bersaing dan mempertahankan dirinya dari berbagai ancaman yang dating kepadanya.
3. Mengubah anak-anak menjadi manusia yang mampu bermasyarakat dan hidup ditengah-tengah masyarakatnya dengan peran yang signifikan. Dengan diberi makan bergizi Anak tumbuh menjadi dewasa secara fisik. Tetapi, sebagai manusia ia tidak hanya harus besar tetapi juga memiliki kedewasaan sosial. Ia harus punya simpati dan empati terhadap lingkungan sosialnya. Ia harus memberi peran tertentu bagi peningkatan kualitas lingkungan sosialnya.
Dalam hidup, diawal – awal perkawinan , sebuah pasangan pengantin terlihat yang saling mencintai, sangat harmonis, pasangan ideal, kemana-mana berdua dan selalu mesra. Tetapi, perjalanan waktu kerap menyatakan hidup tak selalu lurus, datang berbagai masalah, hadirnya orang ketiga, kehilangan pekerjaan, sakit dll datang , bahkan ketika” anak “ menjadi sumber masalah , anak menjadi penguji si pasangan ideal.
Masalah yang datang bertubi-tubi memunculkan rasa frustasi, saling curiga, saling curiga, saling meremehkan, saling mencela, perang dingin,bosan terhadap pasangan nikah dan akhirnya muncullah retak-retak sikap, retak-retak komunikasi, cinta menurun, kasih sayang merosot tajam, anak terabaikan, perpecahan mengancam. Keluargapun mengalami disorganisasi. Ketika anak tumbuh dan makin berfikir, maka kehidupan orangtuanya menjadi potret besar yang terus selalu dilihat dan dibacanya, termasuk disorganisasi dalam keluarganya.
Apalagi ketika perhatian dan komunikasi dari keduanya tak sesempurna yang diinginkannya, maka, konflik menjadi konflik segitiga dan bila tak ditangani maka perpecahan dalam bentuk perceraian manjadi solusi yang dibenci siapapun. Termasuk oleh keluarga inti tadi. Dan akhirnya sang anak menjadi korbannya.
Sumber Pustaka :
1. Idianto Muin. Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga, 2013
2. Suhardi dkk. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan,Depdiknas,2009
3. Drs. Taufiqurrohman Dhohiri dkk. Sosiologi, suatu kajian kehidupan masyarakat. Jakarta: Yudhistira, 2007
4. Siti Waridah dkk. Antropologi untuk SMU kelas 3. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
5. Asadullah Al Faruq. Ketika Keluarga tak seindah Surga. Solo: Al Kamil Publishing, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentari